Sakila

Asal Mula Desa Tanjung Pura (Tanjung Tedung)

Dahulu, di Kabupaten Bangka Tengah terdapat sebuah desa bernama Tanjung Pura yang artinya Tanjung Pulau Rakyat. Biasanya Desa ini sering disebut Tanjung Tedung.

Konon, penamaaan desa Tanjung Tedung mengacu pada legenda masyarakat, yaitu  kisah Nek dan Atok Antak yang hanya tinggal berdua. Sehari-hari, mereka biasanya berkebun dan mencari kayu di hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun begitu, Atok Antak dikenal cukup sakti.

Pada suatu hari, dalam perjalanan Nek dan Atok Antak pergi ke hutan mereka mendengar suara seperti merintih dan meminta tolong.

’’Tolooong... aduh sakit".

Nek dan Antok Antak, berhenti sejenak dan kembali berjalan mendekati sumber suara. Selangkah demi selangkah mereka berjalan mendekati sebuah tumpukan pohon tumbang yang bergerak-gerak. Tak disangka mereka melihat seekor ular yang  besar dan terjepit di bawah tumpukan pohon tersebut menjerit kesakitan.

Nek dan Atok Antak ragu-ragu untuk menolong ular tersebut, namun karena melihat ular tersebut terus merintih kesakitan, akhirnya Nek dan Atok Antak merasa kasihan.  Tanpa basa-basi lagi Atok Antak langsung mengambil golok yang biasa ia selipkan di pinggangnya untuk menebas pohon tersebut.

Tak berapa lama pohon itupun sudah terbelah dan ular tersebut berhasil lolos dari tumpukan pohon.  Namun ular tersebut tak lupa membalas budi, ia pun berterima kasih kepada Atok Antak.

“Terima kasih atas pertolonganmu, Tuanku. Mulai detik ini aku berjanji akan menjadi pengikut setiamu.”

Mendengar hal tersebut, Atok Antak pun ragu. Ia tak pernah berpikir memelihara seekor ular bersamanya. Apalagi jika tiap hari harus memberinya makan daging. Untuk makan sehari-hari pun Nek dan Atok Antak hanya mengandalkan hasil kebunnya saja.

Akhirnya Atok Antak pun berkata ‘’Ular, bukannya aku tak mau mengajakmu tinggal bersama kami, karena kami tak sanggup untuk memberimu makan.’’

Mendengar perkatan Atok Antak, ular pun menjawab, ’’Tuanku. izinkan aku tinggal bersamamu, dan soal makananku biar aku yang mencarinya.”

Akhirnya, Atok Antak pun bersedia untuk mengajak ular itu untuk tinggal bersamanya. Atok Antak pun memberi nama ular itu Tedung.

Setiap hari Tedung selalu membantu pekerjaan Nek dan Atok Antak. Pada suatu hari, saat musim panen, Atok Antak teringat bahwa hari ini ada undangan di Desa Permis. Sebelumnya pagi-pagi sekali Nek Antak sudah permisi ke kali untuk mencuci pakaian mereka. Tetapi, Atok Antak memanggil ular Tedung dan berkata, ’’Tedung oh Tedung, kemari sebentar.”

“Ada apa, Tuanku?”, ujar Tedung sembari mendekati tuannya.

“Dapatkah engkau menjaga padi-padiku ini? Dan dapatkah kau melarang keras siapapun yang memakai baju berwarna biru?”

Tanpa banyak bertanya Tedung pun menjawab, ’’Iya, aku akan menjaga amanatmu‘’.

Setelah itu, Atok Antak bergegas pergi ke Desa Permis tanpa permisi kepada Nek Antak yang sedang berada di kali. Sedangkan Tedung dengan sungguh-sungguh menjaga padi-padi Atok Antak yang sedang dijemur. Tak sedikit pun ia meninggalkan padi-padi tuannya.

Tak berapa lama, awan gelap mulai terlihat di langit dan angin juga mulai bertiup kencang. Nek Antak terburu–buru untuk pulang, ia teringat ada jemuran pakaian di rumah.

Tepat sampai di rumah hujan pun turun, Nek Antak segera mengangkat jemuran. Ketika Nek Antak sedang sibuk mengangkat jemuran, tiba-tiba Tedung yang baru saja mangamankan padi-padi langsung menyerang Nek Antak dari belakang.

Nek Antak sangat terkejut mendapat serangan tiba-tiba dari Tedung. Ia berusaha melawan, namun sekuat apapun ia melawan pada akhirnya Tedung berhasil menggigit tepat di leher Nek Antak. Nek Antak tiba-tiba terjatuh lemas dan kakinya mulai tak bisa bergerak akibat bisa ular Tedung. Lama-kelamaan sekujur tubuhnya mengeras dan berubah menjadi batu di tengah derasnya hujan.

Tak berapa lama Atok Antak pun pulang dari Desa Permis. Ia amat terkejut tiba-tiba melihat sebongkah batu yang berbentuk Nek Antak dan Tedung berada di sebelahnya. Dengan amat marah Atok Antak pun berkata, “Tedung! Apa yang telah kau lakukan kepada istriku?”

“Aku hanya menjalankan tugas yang engkau berikan kepadaku untuk menghalangi siapapun yang mengenakan baju berwarna biru, Tuan.”  jawab Tedung.

Setelah mendengar perkataan Tedung, tanpa basa-basi lagi Atok Antak  mengambil golok yang biasa ia selipkan dipinggangnya dan langsung mencincang tubuh ular tersebut . Di tengah derasnya hujan ia bersumpah dan mengutuk Tedung agar menjadi batu. Tak lama kemudian, petir datang menyambar tubuh ular Tedung hingga berubah menjadi batu akibat kutukan Atok Antak.

Hingga saat ini batu berbentuk Nek Antak dan Ular Tedung tersebut masih kokoh berada di bibir pantai Tanjung Tedung dan menjadi simbol legenda cerita tersebut.


PENULIS

Sakila

ASAL CERITA

Bangka Tengah

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

Tidak Ada Label
Favorit

SEMUA TANGGAPAN

v: 2.2.1