Didno

Jaka Bajul

Pada zaman dahulu kala di Desa Jatisawit tinggallah seorang laki-laki bernama Ki Kamal dengan isterinya yang bernama Nyi Santi. Pada saat itu yang menjadi kuwu atau kepala desa adalah Ki Sardana. 

Ki Sardana memiliki seorang anak gadis bernama Katijah. Pekerjaan Ki Kamal adalah mencari ikan di sungai atau laut. Kedua suami isteri itu hidup sangat sederhana, sabar dan tawakal walaupun tidak mempunyai anak. 

Setiap pagi Ki Kamal pergi ke sungai atau laut dengan membawa jala untuk mencari ikan. Sore harinya dia pulang dan membawa ikan-ikan itu tersebut dijual oleh Nyi Santi, isterinya. 

Pada suatu hari, tepatnya malam Kamis, Nyi Santi bermimpi kejatuhan pulung (meteor atau bintang jatuh) yang oleh masyarakat setempat biasanya diartikan akan mendapat rejeki. 

Pada pagi harinya, ternyata tak satupun ikan yang diperoleh Ki Kamal. Karena hari sudah sore, maka ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah dengan membawa kembu (tempat ikan) dalam keadaan kosong. 

Di tengah perjalanan ia menemukan seekor anak buaya, kemudian dia membawanya ke rumah. Sesampainya di rumah, anak buaya tersebut ditaruh di suatu tempat dan dipelihara seperti layaknya manusia. 

Buaya tersebut ternyata memiliki keanehan, yakni suka makan nasi, sambal dan segala makanan yang biasa dimakan manusia. Beberapa bulan kemudian, buaya tersebut tumbuh besar dan tidak pernah mengganggu manusia. 

Pada waktu bulan purnama dan terang bulan, ketika Ki Kamal dan Nyi santi sudah tidur, tiba-tiba buaya itu menjelma menjadi seorang pemuda yang tampan rupawan dan menamakan dirinya Jaka Bajul. 

Kemudian ia pergi mencari teman untuk ngobrol atau berbagi cerita hingga sampai ke rumah Ki Kuwu Sardana. Di situ terdapat banyak pemuda dan pemudi yang sedang berkumpul. Ternyata Katijah juga sering berkumpul disitu. 

Lama kelamaan Katijah, anak Ki Kuwu Sardana, jatuh cinta kepada Jaka Bajul. Dikarenakan ketampanan dan kesopanan Jaka Bajul. Katijah bercerita kepada orang tuanya dan minta ayahnya agar bersedia menikahkan dirinya dengan Jaka Bajul yang berpura-pura menjadi anak Ki Kamal tersebut.

 

Beberapa hari kemudian, akhirnya Ki Sardana datang ke rumah Ki Kamal untuk meminta anaknya supaya menikahi Katijah. Ki Kamal kaget bukan kepalang karena selama ini dia tidak memiliki anak. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak mempunyai anak laki-laki.

Tetapi Ki Kuwu Sardana tidak percaya, kemudian secara diam-diam Ki Kamal dan Nyi Santi menyelidiki gerak-gerik buaya itu, karena ia mengira bahwa buaya peliharaannya itu yang menjelma menjadi manusia. Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya terbukti benar apa yang diperkirakan Ki kamal. 

Karena kasihan melihat sikap Ki Kuwu Sardana dan anaknya, akhirnya Ki Kamal menikahkan Jaka Bajul dengan Katijah. Karena senangnya, maka Ki Kuwu Sardana mengadakan pesta pernikahan selama tujuh hari tujuh malam.

 

Lama-kelamaan Jaka Bajul bermaksud membawa isterinya ke negaranya sendiri, yakni di dasar sungai. Setelah diijinkan oleh orang tuanya, Katijah mengikuti suaminya. Jaka Bajul mengajak Katijah ke tepi sungai, lalu Bajul membaca mantera sehingga air sungai itu seakan tidak tampak lagi dan membentuk jalan besar. Di situ kedua suami-isteri tersebut dihormati oleh seluruh keluarga beserta teman-temannya. 

Setelah sekian lama Jaka Bajul tidak memiliki pekerjaan tetap, ia jarang tinggal di rumah. Sebelum pergi meninggalkan rumah, ia berpesan kepada istrinya supaya tidak naik ke para (bagian atas langit-langit rumah). Tapi yang namanya manusia sudah menjadi kebiasaan melanggar sesuatu yang dilarangnya. 

Katijah naik ke atas para meski sudah dilarang suaminya. Ia ingin tahu mengapa suaminya melarangnya. Begitu sampai di atas para, ternyata sampailah ia ke daratan. Katijah merasa bingung dengan kejadian itu. Ia menangis hingga pulang ke rumah ayahnya. 

Seminggu setelah kejadian itu, Jaka Bajul datang ke rumah Ki Kuwu Jatisawit tersebut untuk menanyakan isterinya. Sesudah bertemu, Katijah tidak mau diajak kembali. Akhirnya ia berpesan kepada rakyat Jatisawit : 

“Kalau nanti ada ribut-ribut di desa Jatisawit atau ada serangan dari desa lain, bunyikan bedug ini, nanti saya akan datang memberi bantuan”. Bedug itu dibuat oleh Jaka Bajul sendiri dan diserahkan kepada Kuwu Jatisawit. Sesudah pesan tersebut Bajul pulang ke negaranya, yaitu di dasar sungai. 

Karena merasa takut akan adanya peristiwa datangnya buaya itu, maka sampai sekarang di desa Jatisawit tidak pernah dibunyikan bedug walaupun pada saat Lebaran sekalipun. Akhirnya bedug tersebut dihanyutkan ke sungai, dan hingga masjid di Jatisawit ini tidak memiliki bedug dan tidak boleh membunyikan bedug sembarangan. 


PENULIS

Didno

ASAL CERITA

Indramayu

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

Tidak Ada Label
Favorit

SEMUA TANGGAPAN

v: 2.2.1