Ilmi Azkia Salamah

Legenda Kelurahan Cikasarung

Dahulu kala, di sebuah babakan, hiduplah warga yang tentram. Babakan itu memiliki jumlah penduduk yang sedikit. Hampir semua penduduk yang ada di babakan bekerja sebagai petani.

Diceritakan pada suatu hari datang lima orang asing ke babakan. Penduduk babakan menyambut mereka dengan ramah. Para penduduk mengantar lima orang yang berpakaian dan bersikap layaknya prajurit dari kerajaan itu ke rumah sesepuh babakan.

“Maaf. Kira-kira apa maksud kedatangan Raden-Raden kemari? Saya lihat dari penampilan kalian, sepertinya kalian bukanlah orang sembarangan,” tanya sesepuh babakan.

“Begini, Ki. Kami sangat takjub melihat keramahan penduduk di sini. Kami percaya bahwa Aki selaku sesepuh di sini dapat memberikan bantuan kepada kami,” jawab salah seorang dari kelima prajurit itu.

“Bantuan apa yang sekiranya Raden-Raden butuhkan?” tanya sesepuh penasaran.

“Sebelumnya, Ki, jangan panggil kami Raden karena kami hayalah prajurit-prajurit biasa. Kami diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menyerang tentara Belanda yang ada di Jayakarta. Penyerangan ini membutuhkan persiapan yang matang. Oleh karena itu, kami kemari bermaksud untuk membuat lahan pertanian agar nantinya dapat dibuat lumbung padi.”

“Aki dan warga babakan Insyaallah akan membantu rencana Sultan Agung. Silahkan kalian pakai dan olah lahan sebelah timur babakan untuk dijadikan pesawahan.”

“Terimkasih, Ki. Penduduk babakan ini memang penuh kasih sayang,” ujar sang prajurit.

Sejak saat itu, babakan mulai disebut sebagai Babakan Asih karena penduduknya yang penuh kasih sayang. Prajurit-prajurit itu disebut Balad Ganjar, orang yang diberi ganjar.

Kelima prajurit itu memang bercocok tanam dengan rajin setiap hari. Untuk mempermudah mereka dalam bertani, mereka mencari sumber air untuk mengairi pesawahan. Pada saat mencari sumber air mereka menemukannya di rumpuan Honje yang masih berupa semak-semak. Saat semak-semaknya dibersihkan, semakin lama air semakin memancar deras dengan warna air yang sangat jernih.

“Air! Air! Air!” mereka bersorak gembira.

“Ayo kita buat pancuran agar dapat mengairi pesawahan,” ajak pemimpin prajurit.

Air dari Honje selalu mengalir dengan deras, tidak pernah kering walaupun musim kemarau. Pancuran itu disebut Ci Honje, air di Honje. Hingga saat ini, Ci Honje dipakai warga untuk mencuci, mandi, dan yang paling utama untuk mengairi pesawahan.

Keberhasilan lima prajurit dalam bercocok tanam membuat warga memiliki rasa hormat. Warga Babakan Asih memberikan julukan kepada prajurit yang ahli bercocok tanam dengan Ki Bogor,ahli dalam mengobati dengan Ki Dukun, ahli dalam bangunan dengan Ki Putul, dan ahli dalam kecerdasan dengan Ki Jaksa.

Karena hasil panen yang semakin berlimpah, warga Babakan Asih dan kelima prajurit itu bisa menjual hasil panen ke pasar. Dengan pergi ke pasar, selain menjual hasil panen, prajurit juga bisa memantau bagaimana keadaan di luar babakan.

Saat berkunjung ke pasar, Ki Jaksa melihat ada orang yang memandanginya.

“Ki, saya rasa ada yang curiga dengan kedatangan kita ke sini. Coba Aki lihat ke ujung sana. Ada yang memandangi kita dari tadi,” ujar Ki Jaksa pada Ki Bogor.

Ki Bogor ikut merasakan kekhawatiran yang diutarakan Ki Jaksa. Mereka akhirnya memutuskan untuk segera kembali ke Babakan Asih untuk menemui sesepuh babakan.

“Ki, kami ke sini hendak meminta pertolongan Aki. Tadi, saat kami berkunjung ke pasar, ada orang yang memerhatikan kami. Jika Aki tidak keberatan, kami harap Aki mau menolong menyelidiki ini,” ujar Ki Jaksa.

Sesepuh Babakan Asih mengangguk. “Akan saya minta beberapa pemuda babakan mencari tahu. Untuk jaga-jaga, Ki Jaksa dan yang lainnya saya harap sementara waktu tidak usah keluar rumah dulu,” tanggap sesepuh.

Keesokan harinya, sesepuh menunjuk beberapa pemuda desa yang ia kenal sebagai pemuda yang jujur dan cakap. Dengan hati-hati mereka mencari tahu apa yang terjadi di luar babakan. Ternyata, prajurit Belanda telah mulai menaruh curiga pada Babakan Asih. Rumor bahwa adanya lima orang tamu yang datang ke Babakan Asih rupanya telah beredar di luaran sana.

Kelima prajurit itu tampak tenang mendengar berita dari pemuda babakan yang dimintai sesepuh mencari informasi. Dengan bijaksana, mereka memutuskan untuk segera pergi dari babakan.

“Tidak ada kebaikan yang akan didapatkan jika kita berperang di sini, Ki. Raden Agung mengamanahkan kami untuk menyiapkan lumbung pagi, bukan mengangkat keris. Kami juga tidak ingin para warga babakan yang pengasih ini harus berperang melawan kebrutalan Belanda. Oleh karena itu, mohon Aki sebarkan kepada seluruh warga berita bahwa kami telah pergi dan tidak ada seorang pun yang tahu kami pergi ke mana,” ujar Ki Jaksa bijaksana.

Dengan dada yang bergemuruh, sesepuh Babakan Asih dan beberapa warga melepas kepergian Ki Jaksa dan kawan-kawan. Malam hari, mereka segera mengumpulkan senjata dan menguburnya di dekat bukit. Setelah semua senjata dikubur dan memastikan semuanya aman, kelima prajurit kembali pergi dari Babakan Asih untuk  mencari lahan baru di tempat baru.

Di tempat baru itulah mereka kembali membuka lahan pertanian. Sayangnya, tempat yang mereka tempati kekurangan air. Mereka  segera mencari sumber air. Saat itulah mereka menemukan sumber air yang mengalir dengan anehnya. Sumber air seharusnya mengalir ke barat, tetapi malah menjadi pusaran air ke selatan.

“Wah, cai kasarung,” ujar Ki Bogor.

“Mengapa airnya bisa kasarungseperti ini? Sangat aneh,” timpal Ki Jaksa.

Semenjak itu, tempat itu disebut Cikasarung yang berasal dari kata cai kasarung. Sumber air di Cikasarung selalu mengalir walaupun kemarau. Air itu selalu menjadi tujuan warga saat kemarau dan sangat berarti bagi warga.

Hingga saat ini, prajurit-prajurit dinyatakan hilang dan tidak ada yang mengetahuinya. Warga Cikasarung hanya bisa menjaga peninggalan-peninggalannya saja. Konon katanya, prajurit-prajurit itu meninggal dan kuburannya pun ada di setiap buyut di Cikasarung yang di beri nama mereka seperti Buyut Jaksa, Buyut Putul, Buyut Bogor, dan Buyut Dukun.


PENULIS

Ilmi Azkia Salamah

ASAL CERITA

Cikasarung Majalegka Jawa Barat

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

legenda
Favorit
v: 2.2.1