Hanny Hartini

Lolo si Ikan Raksasa

Pada minggu pagi,  enam  anak  bermain di pinggiran Situ Ciburuy. Anak itu adalah Aldo, Jovie, Reina, Luqman, Roni, dan Mila. Mereka adalah anak kecil yang baik di desanya. Ibunya pernah bercerita tentang legenda Situ Ciburuy.  Pesannya, apabila menemukan pohom besar, jangan coba-.coba untuk mendekati. Karena  apalagi bersandar di bawahnya akan terjadi sesuatu yang tidak baik.

“ Aduh cape nih, istirahat dulu ya! ” kata Jovie. 

“ Tuh ada pohon besar, gimana kalau kita senderan di situ sebelum pulang?” kata Luqman.

“ Jangan...! kata ibu aku, kalau  menemukan pohon besar, jangan mendekati. Karena nanti ada hal  aneh yang bisa mencelakakan kita.” Teriak  Aldo. “Ga usah percaya sama yang begitu. Udah ah, kita kesana aja.” Ajak  Jovie

Anak-anak  pun berteduh di bawah pohon. Canda dan tawa mereka menikmati segarnya di bawah pohon. Tiba-tiba, hiung..hiung,  dari pohon keluar angin, membuat tubuh mereka oleng dan terisap  ke dalam batang pohon. 

“Aaaaaa... haaaaa.........toloooong, tolong...” teriak keenam anak tersebut. 

 Bluk, Blak. Mereka seperti terjatuh  ke dalam sumur kecil yang tidak begitu dalam  “ Duh,  dimana ini. Kok rame ya....?” kata Reina

  Ternyata mereka masuk ke dalam sebuah perkampungan. Mereka melihat pertarungan antara jawara-jawara yang berbadan kekar. Disana mereka tidak terlihat ketakutan, malah  menonton. Semakin lama, ternyata mereka ada di sebuah desa yang sangat subur.  

“ Kalian siapa? Sepertinya kalian baru disini, dan dari mana asal kalian?  Kok, pakaian kalian sangat berbeda dengan kami.” Tanya pemuda tampan sebaya mereka. 

“ Kami dari tahun 2018.” Kata Mila

“ Apa? Jauh sekali. Kami disini baru mencapai tahun 1917, berarti kalian dari masa depan, bagai mana kalian pergi ke masa lalu? Oh iya kenalkan aku Lolo aku asli orang sini. Salam kenal, ya.”kata Lolo dengan ramah.

“ Oh, kenalkan nama aku Luqman, ini Roni, Mila, Aldo, Reina, dan itu Jovie. Kita ga tau bagai mana bisa ke sini,  tapi tadi kita hanya bermain bola di dekat pohon besar.” Penjelasan Luqman

“ Oh seperti itu, ya sudah, sekarang kalian mau ikut kerumahku tidak?   Dekat kok dari sini, hanya beberapa meter saja.” Ajak Lolo.

“ Ok.” Kata Jovie 

“ Apa itu ‘ok’?” tanya Lolo.

“ Ok,  artinya, ayo.” Kata Aldo

“ Ayo,  sudah kita kerumah ku saja, dan ganti pakaian kalian agar tidak di anggap penjajah.” Kata Lolo

 Mereka pergi ke rumah Lolo dan mengganti pakaian. 

“ Assalamualaikum.” Kata mereka dengan kompak 

“ Waalaikum salam, eh ada siapa nih?” tanya ibu Lolo

“ Kenalin nih bu, teman- teman aku dari masa depan.” Kata Lolo

“ Hah.. kok masa depan,? Maksudnya gimana sih, ibu ga ngerti , masa depan gimana?” Tanya ibu Lolo dengan bingung.

  Mereka pun menjelaskan semuanya kepada ibu Lolo

“ Oh jadi gitu ya, ya udah kalian ganti baju dulu sanah, nanti kalo ada yang curiga bisa panjang urusannya. Sudah malam sebaiknya kalian segera tidur. Maaf rumah kami kecil dan jelek, mungkin tidak sebagus rumah kalian di masa depan.” Kata ibu Lolo

 “ Tidak apa-apa asalkan kita nyaman,  bisa tidur.” Kata Roni

“ Kalian memang anak-anak yang baik.” Kata ibunya Lolo.

Keesokan harinya mereka ikut Lolo, membajak sawah di desa yang sangat subur.

“ Gimana, kalian mau ikut aku ke sawah tidak? kita akan membajak tanah yang belum ditanami. Ingin kiut apa diam dirumah membantu ibu?” ajak Lolo

“ Sebaiknya aku, Luqman dan Aldo iku ke sawah untuk membantu Lolo dan bapak-bapak. Sebaiknya kalian, perempuan di rumah saja. Kalo semua ikut ke sawah, siapa yang mau bantu ibu dirumah?” Kata Roni

Sesampainya  di sawah mereka bertemu dengan Reden Kian Santang

“ Bagaimana rakyatku, kalian harus bekerja keras untuk mendapatkan hasih yang maksimal, akupun akan turun membantu kalian.” Kata Raden Kian Satang 

“ Siapa itu baik sekali?” tanya Luqman

“ Itu adalah Raden Kian Santang, meskipun dia masih kecil tetapi jiwa dalam dirinya adalah jiwa patriot, dan kesatria bagi orang-orang di desa kami, dia sangat sama seperti ayahnya. Pabru Siliwangi” Kata Lolo

“ Apa...? Raden Kian Santang? Akhirnya kita bisa bertatap wajah langsung dengan Raden Kian Santang. Hore...” Teriak  Aldo dengan nada kaget dan gembira.

Semua perjalanan menyenangkan. Namun,   ada satu kejadian yang sangat lucu. Karena dulu belum ada kompor gas dan masih memakai hawu, Semacam api unggun dengan dua  batu di sebelah kanan dan sebelah kiri.  Jovie harus meniup dengan kencang sampai mengenai wajahnya.

 Keempat anak itu bekerja dengan Raden Kian Santang. Kini mereka berada dekat sungai kecil. Sebelah kanan dan kiri terdapat sawah. Sungai itu di bendung agar bisa mengalir dan sampai ke sawah  warga. 

“Wah... ada yang mengantar  makanan nih. Enak kayanya. Makan yu, bapak-bapak, ibu-ibu mari kita makan bersama! Disini  banyak makanan.” Mira dengan ibu Lola  membawa dua bakul berisi nasi liwet dan lauknya

Semua makan bersama, termasuk   Raden Kian Santang.   “Siapa yang memasaknya?  Wah, Enak sekali. Bagaimana kalau mereka menjadi juru masak di kerajaan.” Canda Raden Kian Santan. Semua terlihat berbahagia dengan canda- tawa 

Tiba-tiba “ Raden, bencana raden.” Teriak seorang bapak berpakaian pangsi berlari dengan panik.

“ Ada apa pak?” Kian Santang dan yang lainnya  keheranan. “ Itu,  bendungan jebol,  sudah tidak kuat lagi menahan air.” Jawab si bapak dengan mukanya yang pucat. Di belakang banyak warga yang berteriak ketakuatan. 

Warga berlari tak menentu dikejar air bah yang makin lama makin besar. Desa menjadi porakporanda. Secepat kilat Raden Kian Santang  menancapkan sebuah tongkat untuk meguras air. Air mulai surut, namun dari arah yang lain air makin besar sehingga Raden tidak berhasil  menghalaunya. Air terus bertambah tinggi hingga  menenggelamkan desa. 

Sekitar 15 hektar sawah warga dan perkampungan tergenang oleh air. Sampa saat ini desa menjadi telaga indah  yang bernama situ ciburuy.  Dan tongkat yang Raden Kian Santang yang ditancapkan sudah menjadi pusaran air. Dan keris Raden Kian Santang menjadi keris sakti. Bahkan setiap 1 Muharram ada ritual pencucian keris. Lonceng yang terbuat dari perunggu adalah lonceng dari kerbau yang tergenang.

  “Ayo cepat naik ke punggungku,!” Tiba-tiba ikan mas raksasa datang menghampir keenan sahabat itu. “Aku Lolo, akan menyelamatkan kalian!”

“Wah, Lolo berubah menjadi ikan mas raksasa?” Teriak semua dengan keheranan. 

 Lolo membawa sahabatnya menuju lubang subur dekat pohon raksasa. 

“ Burr...aaaaaaaa.........” Teriakkan anak-anak, yang satu persatu keluar dari batang pohon raksasa itu. Semua berjatuhan   dengan nafas yang tersengal. 

“Wah, perjalanan kita seru dan menyenangkan ya?” Kata Luqman 

“Ya, namun mengerikan, Untung kita bisa kembali ke masa kini ya?” Seru Mila. 

  “Ya, untung  kita punya sahabat yang baik hati, kalau tidak, kita akan menjadi ikan, ”  Seru Roni. “Ha..ha..ha.” semua tertawa kegirangan. 

 

   Merekapun sering bermain di Situ Ciburuy, naik perahu atau duduk di dermaga. Mereka tidak akan melupakan Lolo teman masa lalu, bahkan mereka akan mengabadikannya dalam karya buku, untuk mengenang sahabatnya. Lolo si ikan raksasa.  

Lolo sang ikan raksasa kadang muncul pada saat tertentu menjaga desanya yang tenggelam. Maka di Situ Ciburuy, ikannya sulit untuk di pancing, Karena ikan-ikan itu adalah titisaan Raden Kian Santang dan jelmaan warga yang tidak mau meninggalkan rumah mereka yang terendam. 


PENULIS

Hanny Hartini

ASAL CERITA

Padalarang

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Dongeng

LABEL

situ
Favoritkan
v: 2.2.1