Yulismar, M.Pd.

Panglima Gimpam

Jikalah tidak karena berada

Tidaklah tempua bersarang rendah

Jikalah tidak karena naracerita

Tidaklah hamba membentang kisah

Tersebutlah kisah sebuah kerajaan bernama Kerajaaan Gasib yang terletak di hulu Sungai Siak, Riau.  Kerajaan Gasib berdiri pada abad keempat belas. Kerajaan ini merupakan penerus Kerajaan Sriwijaya yang telah runtuh. Kerajaan Gasib dipimpin oleh raja bernama Raja Bedagai, seorang raja yang bijaksana pada rakyat dan sayang terhadap keluarga. Selain merupakan negeri yang tenang, Gasib juga sangat aman. Tak ada gangguan, baik dari dalam maupun dari luar kerajaan. Semua itu tentu tidak lepas dari peran seorang panglimanya yang bernama Gimpam.

Gimpam adalah seorang panglima yang gagah perkasa dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap keamanan kerajaan. Maka, wajar bila Gimpam menjadi panglima yang sangat disegani oleh rakyat dan kerajaaan lain. Selain itu, Gimpam juga menjadi panglima yang sangat dipercaya oleh Raja. Raja Bedagai mengamanahkan keamanan kerajaan sepenuhnya pada Gimpam.

Akan tetapi, kerajaan yang aman tentram tersebut, tiba-tiba menjadi terganggu. Penyebabnya adalah ketika Raja dari Aceh hendak meminang anak Raja Bedagai yang bernama Putri Kaca Mayang. Putri Raja adalah seorang putri yang cantik jelita. Tubuhnya tinggi semampai, rambutnya panjang terurai, bibirnya merah delima, dan tutur katanya sopan. Kecantikannya telah terkenal di seluruh pelosok negeri dan di seluruh kerajaan. Kecantikannya  telah membuat para raja dari kerajaan lain tergila-gila. Semua raja ingin menjadikannya permaisuri.

Raja Aceh adalah satu di antara raja yang sangat ingin menjadikan Putri Kaca Mayang sebagai permaisuri. Raja Aceh juga satu-satunya raja yang paling berani melamar Putri Kaca Mayang. Selama ini raja dari kerajaan lain tak satu pun yang mempunyai nyali. Untuk menyampaikan maksudnya tersebut, Raja Aceh pun mengirim dua orang utusannya untuk menghadap Raja Bedagai.

“Ampun Tuanku, hamba adalah utusan dari Raja Aceh,” sembah utusan Raja Aceh dengan sopan.

“Ya, apa maksud Sanak berkunjung, katakanlah. Jika kami bisa membantu, akan kami bantu,” ujar Raja Bedagai.

“Begini Tuan, kami diutus oleh Raja Aceh untuk meminang putri Tuan yang bernama Putri Kaca Mayang.”

Raja Bedagai sangat terkejut, tetapi buru-buru ia tutup kegugupannya dengan melempar senyum, lalu diam sejenak. Terbayang oleh Raja, wajah putrinya yang masih muda belia dan belum layak untuk menikah. Agar utusan dan Raja Aceh tidak tersinggung, maka Raja Bedagai  pun menjawab dengan sangat hati-hati. “Sampaikan terima kasih kami kepada Rajamu,” kemudian Raja Gasib diam sejenak, “anak kami masih muda belia, dia belum hendak kami nikahkan. Jadi, kami mohon maaf karena belum bisa menerima.”

Utusan pun pulang dengan tangan hampa. Di tengah perjalanan, kedua utusan itu berdiskusi bagaimana cara menyampaikan kepada Raja Aceh tentang kabar buruk tersebut. Mereka takut Raja akan marah.

“Bagaimana ya, cara kita menyampaikan kepada Raja?” tanya salah seorang utusan yang berambut lurus.

“Iya, bingung juga. Raja pasti takkan menduga hal ini. Di antara para putri, Putri Kaca Mayang yang hanya disukai oleh Raja. Putri-putri lain, Raja bergeming saja,” balas utusan satunya.

Keduanya terus berdiskusi sambil bergerak pulang. Akhirnya mereka memutuskan untuk berterus-terang saja, apa pun nanti risikonya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, kedua utusan pun tiba di Kerajaan Aceh. Serta merta mereka menyampaikan kepada Raja.

“Ampun Tuan, kami sudah menyampaikan pesan Tuan kepada Raja Bedagai.”

“Lantas, mereka menerima lamaran itu?” tanya Raja penuh semangat.

“Maaf Tuan, Raja Bedagai belum hendak mengizinkan putrinya untuk menikah, karena masih sangat muda.”

Mendengar hal tersebut, Raja Aceh merasa malu lamarannya ditolak.  Tampak mukanya memerah. Kecantikan wajah Putri Kaca Mayang telah membuatnya tergila-gila. Ia tak ingin gadis  itu dimiliki oleh orang lain.

“Baiklah, tunggu saja apa yang akan kulakukan,” kata Raja Aceh sambil mengepalkan kedua tangan.

Raja Aceh kemudian menyusun rencana. Lalu, dengan dibantu oleh beberapa prajurit mereka sengaja membuat kekacauan di Kerajaan Gasib. Saat semua lengah, saat itulah Putri Kaca Mayang mereka culik dan dibawa ke Kerajaan Aceh.

Kerajaan Gasib gempar. Raja bukan kepalang marahnya. Putri cantiknya telah diculik. Dengan perasaan murka, Raja Bedagai memanggil Panglima Gimpam.

“Wahai Panglima Gimpam, berangkatlah ke Kerajaan Aceh, bawalah prajurit yang kau butuhkan. Jangan pulang sebelum putriku berhasil dibawa kembali,” perintah Raja Bedagai kepada Panglima Gimpam.

“Baiklah Paduka, titah Tuan akan segera hamba laksanakan,” jawab Panglima Gimpam

tegas.

Raja Aceh melalui mata-matanya mengetahui kedatangan Panglima Gimpam. Ia pun menyusun strategi agar panglima hebat itu tidak bisa masuk ke kerajaannya. Seekor gajah telah disiapkan untuk menghadang Panglima Gimpam. Raja Aceh yakin, sudah banyak musuhnya yang tak berdaya menghadapi gajah tersebut.  Begitu pun harapannya kali ini terhadap Panglima Gimpam. Ia membayangkan panglima hebat itu akan lari terbirit-birit bersama pasukannya.

Melihat ada binatang menghadang jalannya, Panglima Gimpam lalu mendekat. Dengan penuh kasih sayang ia memandang mata sang gajah.

“Mengapa engkau menghalangi jalanku wahai Sahabat?” tanya Panglima Gimpam sembari mengusap belalai sang gajah, “Apa salahku padamu?”

Gajah tak melakukan apa-apa. Gajah hanya diam. Tanpa dikomando, sang gajah menunduk seperti memberi hormat kepada Panglima Gimpam. Lalu gajah mendekatkan tubuhnya ke arah Panglima Gimpam. Gerakan itu memberi aba-aba kepada panglima agar naik ke punggung gajah.

Kemudian dengan mengendarai  gajah, Panglima Gimpam pun menuju istana Kerajaan Aceh dan menjumpai Raja Aceh. Melihat kehadiran Panglima Gimpam dengan mengendarai gajah suruhannya, Raja Aceh sangat kaget. Ia heran mengapa gajah tidak mencelakai Panglima Kerajaan Gasib itu, bahkan gajah itu ia tunggangi.

Raja Aceh pun semakin salut terhadap kehebatan Panglima Gimpam. Apa yang ditakutkan selama ini oleh kerajaan lain memang terbukti. Panglima itu memang mempunyai kesaktian yang luar biasa. Belum ada tandingannya di negeri manapun.

“Anda sungguh hebat, saya semakin kagum terhadap kesaktianmu Sanak,” kata Raja Aceh saat mengetahui Panglima Gimpam sudah berada di depannya.

Selama ini Raja Aceh, raja-raja lain, dan rakyat,  menduga bahwa Panglima Gimpam mempunyai kesaktian.  Padahal sesungguhnya Panglima tidak mempunyai kesaktian apapun. Tidak juga memiliki ilmu yang mumpuni. Panglima Gimpam adalah manusia biasa. Manusia yang diciptakan oleh Tuhan, pemilik alam semesta. Lalu, di manakah letak kesaktian Panglima? Kesaktian Panglima terletak pada hatinya yang bersih, hatinya yang mempunyai rasa kasih sayang terhadap siapa pun. Hati yang tidak ingin menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Itulah kesaktian Panglima Gimpam. Maka, peperangan dapat dihindari. Putri Kaca Mayang pun berhasil dibawa pulang oleh Panglima Gimpam.

Putri Kaca Mayang merasa senang bisa kembali ke kerajaan. Namun, di tengah perjalanan, putri sakit. Tubuhnya begitu lemah. Panglima tidak tega meneruskan perjalanan. Dia ingin putri beristirahat.

“Bagaimana kalau kita istirahat saja Tuan Putri?” saran Panglima Gimpam.

“Tidak usah Panglima, kita lanjutkan saja perjalanan,” jawab Tuan Putri.

“Tapi, Tuan Putri...”

“Tidak usahlah, kita teruskan saja, aku ingin segera sampai di kerajaan untuk bertemu ayah dan ibu.”

“Baik, Tuan Putri,” Panglima dengan terpaksa mengikuti perintah Putri Kaca Mayang.

Akan tetapi, saat hampir memasuki perbatasan, Putri Kaca Mayang tidak bisa bertahan. Putri meninggal dunia. Panglima tetap membawa putri sampai ke kerajaan. Raja sangat berduka. Apa hendak dikata. Mungkin ini sudah suratan takdir. Putri Kaca Mayang meninggal dalam usia yang belia. Seluruh rakyat juga turut bersedih. Karena kesedihan tersebut Raja Bedagai dan keluarganya pergi merantau ke Melaka. Sedangkan Kerajaan Gasib diserahkan kepada Panglima Gimpam. Raja yakin, kerajaan akan semakin maju di bawah kepemimpinan Panglima Gimpam.

Panglima Gimpam tidak berlama-lama memimpin Kerajaan Gasib. Panglima sadar, bahwa kerajaan itu bukan miliknya. Makanya Panglima Gimpam memutuskan pergi ke sebuah hutan belantara dan membuka pemukiman di sana. Pemukiman tersebut makin hari makin berkembang. Banyak penduduk yang berdatangan. Itulah yang sekarang dikenal dengan nama Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau.


PENULIS

Yulismar, M.Pd.

ASAL CERITA

Pekanbaru, Riau

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

Tidak Ada Label
Favorit

SEMUA TANGGAPAN

v: 2.2.1